Ass. wr wb.
Saya, Ibu Kusman, atau sering dipanggil Ibu Ira Kusman. Sebagai Ibu Rumah Tangga, saya kira sama, Ibu-ibu semua suka dan pandai memasak, atau paling tidak sudah biasa memasak, baik untuk sendiri, untuk anak, maupun untuk sang Suami.
Pengalaman saya memasak baik ketika masih di luar negeri dan sekrang di Tanah Air, kata orang, masakan Ibu Kusman itu enak-enak. Saya sendiri, awalnya tidak yakin akan komentar itu, jangan-jangan hanya sekedar pujian saja. Nah, baru saya merasa yakin, ketika saya diwajibkan ikut mengelola Kantin Dharma Wanita di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, Jepang.
Dari situ saya, tahu, kalau saya sering di tunggu para langganan kantin, bahkan ada yang tanya sama suami, kapan giliran Ibu ngantin lagi Pak, katanya. Suami saya tentu saja menjawab, waduh, maaf ya, saya tidak tahu. Akhirnya, suami saya juga penasaran, dan tanya sama mereka, khususnya kepada para lokal staf, kenapa sih kalian suka tanya kapan isteri saya ngantin ? Jawabnya, semua mengatakan, habis masakan Ibu enak sih.
Sebetulnya, masakan yang disediakan waktu itu boleh dibilang tidak terlalu istimewa. Menu masakan pun biasa sebagaimana yang sudah ada umumnya di Indonesia, seperti ayam gulai, ayam balado, ayam bakar, telor balado, prekedel jagung, sayur lodeh, sayur asam, dan dendeng balado.
Dari beberapa menu masakan tersebut, ada dua masakan favorit para pelanggan, yaitu ayam gulai dan dendeng balado. Bahkan ada yang suka borong langsung, khususnya dendeng balado, sehingga yang lain tidak kebagian. Itulah penghalaman masak dan ngantin sebagai bagian tugas dari Dharma Wanita KBRI Tokyo.
Mungikin ada yang bertanya, kenapa waktu ngantin di Tokyo, pepes ayam tidak ada atau tidak sediakan. Jawabnya, Saya kesulitan mencari bumbunya, begitu juga daun pisang untuk pembungkusnya, di samping mahal dan jarang ada. Kalau ada pun impor dari Thailand harganya satu ikat 1000 yen, kalau dirupiahkan Rp.100.000 satu ikat...mahal kan ?
Memang, Jepang kan negara empat musim, tumbuhan pun tentu saja menyesuaikan dengan kondisi alamnya, apalagi Jepang punya waktu musim dingin, yang tidak memungkinkan pohon-pohon tropis bisa tumbuh, seperti pohon pisang. Sesekali, kalau pas pergi ke pasar Okachimachi dan ada daun pisang, saya juga membelinya, untuk masak pepes ayam, tapi khusus untuk keluarga tidak untuk dijual di kantin. Apalagi, suami saya orang sunda, sangat merindukan hidangan pepes ayam ini, maklumlah lagi merantau di negeri orang.
Sekarang di Indonesia, tentu saja daun pisang mudah di dapat dan ada dimana-mana. Karena itu, mudah pula untuk membuat masakan pepes ayam ini. Yang lebih penting tentunya, harga daun pisang di kita, bisa mendukung untuk kita bisa berwirausaha masakan apa saja, termasuk pepes ayam.
Nah, itulah sekilas tentang pengalaman masak-memasak saya. Saya sudah berkeluarga, punya empat anak, dua laki dan dua perempuan, dan Alhamdulillah sudah ada cucu.